Jl. Wijayandaru 35 Wilangan Kec. Sambit Kab. Ponorogo Pos 63474

Sabtu, 02 Juli 2022

Aksi Nyata Modul 3.3 Calon Guru Penggerak - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Program Ekstrakurikuler

Jurnalis SDWISAM


A. PERISTIWA

Latar Belakang

Semua orang menyadari bahwa saat ini sosial media kontennya banyak, tetapi kredibilitasnya terkadang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Indonesia termasuk Negara yang lambat menyadari itu. Sosial media masih dianggap sebagai informasi yang akurat, padahal yang memproduksinya belum tentu orang yang kredibel. Generasi muda harus dilatih agar memiliki karakter yang cerdas dalam memberikan informasi atau pendapat. Sebagai generasi millenial maupun generasi Z, murid kita harus dibekali dengan pengetahuan atau kemahiran dalam hal literasi khususnya literasi digital.

Pada modul 3.3 Pendidikan Guru Penggerak ini, mengupas tentang program sekolah yang berdampak pada murid, sesuai dengan tujuan pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara "Pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sehingga mereka bisa mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya".

Oleh karena itu, sekolah sebagai salah satu tri sentra pendidikan berperan penting memberikan bekal kepada murid untuk mengembangkan kegiatan literasi dengan harapan dapat melatih anak-anak untuk gemar membaca dan memanfaatkan sosial media dengan lebih bijaksana.

Melalui program Jurnalis SDWISAM, pembiasaan gemar membaca dan memanfaatkan sosial media akan memiliki dampak yang luar biasa untuk tumbuh dan berkembangnya kemampuan murid dalam berpikir kritis, berkebhinekaan global, mandiri, serta kreatif dalam berkarya.

Alasan dan Hal yang dilakukan

Bertolak dari latar belakang tersebut, maka saya sebagai Calon Guru Penggerak melakukan sebuah aksi nyata yaitu Program Jurnalis SDWISAM yang bertujuan untuk meningkatkan kemamuan literasi murid di SD Negeri Wilangan Kecamatan Sambit. Serta memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah berupa buku-buku yang tersedia di perpustakaan sekolah, website dan chanel youtube sekolah. Dimana selama ini masih banyak murid yang belum memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah tersebut. Selain itu, pesan utama di balik program ini adalah terwujudnya student wellbeing dan murid yang memiliki nilai-nilai karakter profil pelajar Pancasila.

Berawal dari musyawarah bersama dengan Kepala sekolah dan rekan guru, kemudian membuat jadwal program dan aturan kegiatan bersama dengan murid. Kegiatan Jurnalis SDWISAM ini dilakukan setiap seminggu sekali sebagai kegiatan ekstrakurikuler dibawah bimbingan dan pengawasan guru pembina .

Aksi nyata yang dilaksanakan yaitu kegiatan literasi dan dilakukan dengan membuat sebuah karya literasi. Murid diberikan kebebasan membuat karyanya sendiri (sebagai contoh: gambar, puisi, pantun, kliping, berita, artikel, video pembelajaran, infografis, dll.) sesuai minat murid. Hasil karya tersebut dipajang dalam mading sekolah, website dan chanel youtube sekolah sesuai dengan jenis karya yang dibuat murid. Sebagai bahan literasi siswa difasilitasi dengan berbagai buku bacaan pada perpustakaan dan bimbingan oleh guru berupa cara mencari informasi sesuai dengan fakta, cara wawancara dengan narasumber, serta memanfaatkan website dan chanel youtube sekolah sebagai media publikasi.

Hasil dari Aksi

Dengan terlaksananya program ini, maka akan menghasilkan semua murid akan memiliki wadah untuk berkreasi, menumbuhkan keberanian untuk menyampaikan bakat dan minat sesuai bidangnya masing-masing, menumbuhkan minat baca murid, meningkatnya kreatifitas dalam berkarya, bijaksana dalam memanfaatkan media sosial, dan mewujudkan terciptanya sekolah dengan pembiasaan budaya literasi.





B. PERASAAN

Dengan adanya program Jurnalis SDWISAM ini, murid merasa senang, bersemangat dan antusias untuk mengikuti setiap kegiatan pada program tersebut. Proses menumbuhkan budaya literasi ternyata mampu memberi dampak dan perubahan besar dalam meningkatkan proses dan hasil belajar di sekolah. Murid jadi memiliki wawasan yang luas, cerdas dan berkarakter.

Murid mampu menemukan sendiri kebahagiaannya, merasakan kenyamanan berada di sekolah dengan memberikan kebebasan untuk belajar/membaca sesuai dengan minatnya dan lebih bijaksana dalam memanfaatkan media sosial yang semakin pesat perkembangannya. Menyaksikan murid antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan tersebut, membuat hati menjadi ikut semangat dan bahagia.

Tidak hanya saya dan murid yanng bahagia, pihak sekolah pun juga merasa bahagia dengan adanya program Jurnalis SDWISAM ini.


C. PEMBELAJARAN

Secara keseluruhan hasil dari yang kami dapat pada setiap tindakan aksi nyata yang kami lakukan menunjukkan perubahan yang cukup baik, khususnya pada tahap program yang berdampak pada murid dari segi peningkatan kompetensinya. Pembelajaran tentang program yang berdampak pada murid melalui Program Jurnalis SDWISAM, menjadikan saya sadar bahwa memberikan kebebasan kepada siswa dengan menemukan sendiri dan menggali potensinya.

membuat pembelajaran yang mereka dapatkan lebih bermakna, sehingga ilmu dan wawasan mereka bertambah sehingga nantinya peserta didik mampu memilah sendiri informasi yang bermanfaat untuk dirinya ke depan menuju Pelajar Pancasila. Disamping itu dengan berkolaborasi dan berkomunikasi yang baik maka program dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Untuk pengadaan buku di perpustakaan selain dari pembelian dana BOS kami juga mendapatkan bantuan Kemendikbud. Begitupun dengan dukungan sekolah dan peran guru serta orangtua sangat penting untuk pembelajaran yang didapatkan dari pelaksanaan keseluruhan aksi nyata ini.




Pengukuran resiko:

Resiko yang dihadapi tidak terlalu besar, akan tetapi tetap harus diperhatikan dan diukur dalam pelaksanaan program sekolah.

Strategi pengendalian resiko:

Ada beberapa strategi yang dilakukan untuk menghadapi resiko yang mungkin terjadi. Yaitu dengan mengomunikasikan program dengan kepala sekolah. Kemudian melakukan perencanaan program dengan memperhatikan pendekatan kekuatan atau aset yang dimiliki sekolah. Salah satunya dengan cara mengidentifikasi kekuatan warga sekolah dan memanfaatkan kekuatan tersebut untuk kegiatan/program yang dilaksanakan. Untuk resiko finansial, dapat mengemas program dengan memanfaatkan bahan maupun alat yang ada di sekolah.

Melalukan Evaluasi Terus Menerus Maju Berkelanjutan:

Semua warga sekolah melakukan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan.


D. PENERAPAN

Dari setiap proses dan tahapan-tahapan ini kami mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Hasil dari evaluasi kami merencanakan perbaikan yang dianggap perlu dan memaksimalkan tahapan selanjutnya.

Adapun Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang adalah program ini harus dilaksanakan dengan telaten dan berkelanjutan (konsisten), mengadakan buku-buku bacaan anak-anak sesuai dengan usianya, mendatangkan narasumber seorang wartawan untuk memberikan wawasan tentang mengolah informasi menjadi berita, dan bekerja sama dengan perpustakaan daerah untuk kunjungan ke sekolah.

Upaya mengatasi kendala dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah di antaranya dengan memanfaatkan buku bacaan yang ada dengan semaksimal mungkin, memfasilitasi dengan sarana prasarana baik wifi, tablet, komputer atau laptop dan terus-menerus memberikan motivasi kepada siswa.



Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kab. Ponorogo

Aksi Nyata Modul 3.2 Calon Guru Penggerak - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kepiawaian dan kemampuan manajerial sekolah yang didukung kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah tersebut. Belakangan ini pendidikan karakter gencar dikumandangkan guna membangun karakter peserta didik menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Pendidikan karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang berkarakter pula.

Sumber daya di sekolah merupakan sebuah ekosistem karena di dalamnya terdapat interaksi antara faktor biotik (murid, guru tendik, kepala sekolah, pengawas sekolah, orang tua, dan masyarakat) dan abiotik (sarana, prasarana dan keuangan). Pengelolaan sumber daya ini harus dimaksimalkan oleh seorang pemimpin pembelajaran untuk menunjang pendidikan yang berlangsung di sekolah.

Dalam implementasi pengelolaan sumber daya di sekolah sangat disarankan menggunakan Pendekatan Berbasis Aset (Asset Based Thinking). Pendekatan ini menekankan pada kekuatan berfikir positif untuk mengoptimalkan potensi yang ada. Pengelolaan sumber daya secara tepat akan memaksimalkan peran dan fungsi dari setiap sumber daya tersebut sehingga proses pembelajaran lebih bervariasi, berdiferensiasi, serta mampu mengorganisasikan kopetensi sehingga proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas.


RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA


DOKUMENTASI AKSI NYATA











Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kab. Ponorogo



Aksi Nyata Modul 3.1 Calon Guru Penggerak - Pengambil Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

A. PERISTIWA

Beberapa waktu yang lalu dunia pendidikan dipaksa untuk merubah pengajarannya ke dalam model Pembelajaran Jarak Jauh/ Daring. Tanpa perlakuan transisi yang matang karena situasi pandemi, baik guru maupun siswa merasa shocked dengan situasi tersebut. Sulitnya interaksi pembelajaran karena infrastruktur dan fasilitas mengakibatkan hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum maupun spesifik sehingga terjadi kemunduran proses akademik (learning loss). 

Untuk memulihkan pembelajaran pasca pandemi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelimabelas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar. Kemendikbudristek memberikan kemerdekaan bagi sekolah untuk memilih tiga opsi dalam Kuriklum Merdeka Jalur Mandiri tersebut, yaitu: Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.

Kepala Sekolah mengajak diskusi saya sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan kurikulum tersebut karena beliau menganggap Kurikulum Merdeka sangat relevan dengan kegiatan saya dalam mengikuti Program Guru Penggerak. Beliau juga mempercayakan untuk mendaftarkan pilihan Implementasi Kurikulum Merdeka dalam website https://kurikulum.gtk.kemdikbud.go.id

Setelah membaca kriteria setiap opsi pilihan dalam pendaftaran Implementasi Kurikulum Merdeka, saya pribadi merasa yakin untuk memilih Kurikulum Merdeka - Mandiri Berbagi. Namun mengingat untuk tahun ajaran yang akan datang sekolah kami mengalami perubahan yang cukup besar dalam formasi tenaga kependidikan, menjadikan saya berfikir ulang untuk memilih opsi tersebut. Dua dari rekan guru di sekolah kami promosi kepala sekolah dan dua yang lain mutasi karena menerima SK PPPK di sekolah lain. Sementara Keplasa Sekolah kami saat ini baru ditugaskan di sini, sehingga secara utuh belum memahami betul profil sekolahan ini.

Situasi dan kepercayaan yang diberikan Kepala Sekolah tersebut menjadi dilema dalam diri saya. Dalam batin saya merasa mampu sekolahan ini untuk memilih Kurikulum Merdeka - Mandiri Berbagi karena sebagian besar ruh yang ada dalam Kurikulum Merdeka sudah saya dapatkan di Program Guru Penggerak dan sudah saya terapkan dalam pembelajaran serta aksi nyata di sekolah. Namun rekan guru yang biasa saya ajak berkolaborasi dalam kegiatan tersebut dalam tahun ajaran mendatang berpindah tugas ke sekolah lain meskipun murid yang menjadi objek masih ada di sekolah ini.

Rapat dengan kepala sekolah dan rekan guru diadakan untuk membahas situasi tersebut guna mengambil keputusan yang terbaik. 9 langkah pengambilan keputusan menjadi pembahasan dalam rapat yang kami adakan (1. Nilai-nilai yang bertentangan 2. Siapa yang terlibat 3. Fakta yang relevan 4. Pengujian benar atau salah 5. Pengujian paradigma benar vs benar 6. Prinsip resolusi 7. Investigasi opsi trilema 8. Buat keputusan 9. Refleksi). Prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends Based Thinking) dengan memperhatikan fakta-fakta yang relevan bahwa Kurikulum Merdeka sebagai pemulihan pendidikan setelah mengalami learnig loss serta menimbang kesiapan guru di sekolah kami. Diputuskan untuk memilih opsi Implementasi Kurikulum Merdeka - Mandiri Berubah.





B. PERASAAN

Sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kabupaten Ponorogo merasa bersyukur, bangga dan termotivasi dalam melaksanakan program dari materi aksi nyata Modul 3.1 - Pengambil Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Materi dalam modul ini benar menjadi bekal dalam mencari solusi terbaik untuk semua program di sekolah maupun komunitas pendidikan. Memberi wawasan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran baik intern maupun ekstern.


C. PEMBELAJARAN

Hal berharga yang saya peroleh dalam pengambilan keputusan situasi ini adalah bahwa permasalahan dilema etika sesulit apapun akan terselesaikan dengan baik oleh seorang pemimpin pembelajaran dengan wawasan dan langkah yang tepat.


D. PENERAPAN KE DEPAN

SD Negeri Wilangan siap menerapkan Implementasi Kurikulum Merdeka mulai Tahun Ajaran 2022/2023 diawali dari kelas 1 dan 4. Perubahan kurikulum yang disertai pembelajaran paradigma baru, diharapkan bisa meningkatkan bakat minat serta pembelajaran berbasis projek yang berpihak pada murid dengan struktur kurikulum yang lebih fleksibel.





Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kab. Ponorogo



Senin, 25 April 2022

Kontribusi Keputusan Pemimpin Pembelajaran terhadap Proses Pembelajaran

Kerawanan akhir-akhir ini yang terjadi baik pada para pelajar maupun pada masyarakat umum yang banyak melakukan penyimpangan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai etika, moral bahkan sampai pada penyimpangan terhadap norma-norma agama. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai macam persoalan pembelajaran pada diri murid maupun sebagian guru yang juga merupakan bagian dari masyarakat umum. Kondisi ini pada akhirnya guru tidak jarang dihadapkan pada masalah-masalah di sekolah yang mengandung unsur dilema etika dan bujukan moral. Hal ini membuat peran guru sangatlah sentral dalam proses pendidikan.



Pratap Triloka terhadap pengambilan keputusan pemimpin pembelajaran

Guru sebagai seorang pamong dapat menggunakan sistem among dalam pembelajaran untuk menyampaikan terkait dengan karakter bagi para muridnya. Selain itu integrasi pratap triloka yang merupakan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi sangat penting dalam konteks sekolah terutama dalam pengambilan keputusan bagi guru sebagai pemimpin pembelajaran.

Terdapat tiga unsur penting dalam Patrap Triloka, yaitu: (1) Ing ngarsa sung tulada (2) Ing madya mangun karsa (3) Tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo, berarti bahwa seorang pemimpin (guru) haruslah memberikan sauri tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Guru harus selesai dengan dirinya sendiri yang kemudian ini terefleksikan dalam keteladanan setiap mengambil keputusan terhadap murid-murid dan orang-orang disekitarnya. Inilah prinsip pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keteladanan menjadi sebuah hal yang penting karena akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya terhadap dirinya.

Ing madya mangun karsa artinya guru (pemimpin) harus bisa bekerja sama dengan orang yang didiknya (murid). Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan terasa mudah atau ringan dan akan semakin mempererat hubungan antara guru dengan murid, namun tidak melanggar etika jalur pendidikan. Dengan menerapkan ing madya mangun karsa, guru diharapkan mampu menjadi rekan sekaligus sebagai pengganti orang tua murid, sehingga guru mampu mengetahui kebutuhan belajar murid. Salah satu kebutuhan belajar murid adalah keterampilan mengambil keputusan. Karena itu dengan ing madya mangun karsa guru dapat melakukan coaching terhadap para muridnya dalam mengambil keputusan termasuk keputusan yang mengandung unsur dilema etika yang dihadapi para murid. Dengan demikian potensi murid menjadi lebih berkembang sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi dirinya.

Tut wuri handayani yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang. Memberikan ilmu-ilmu dan bekal-bekal yang akan menambah wawasan dan kepintaran murid, guru tidak akan rugi. Inilah fungsi seorang guru sebagai coach dan motivator, ia mampu mendorong kinerja murid untuk terus berkembang dan maju serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Prinsip pengambilan keputusan dipengaruhi nilai-nilai dalam diri

Pengambilan keputusan adalah sebuah proses menentukan sebuah pilihan dari berbagai alternatif pilihan yang tersedia. Seorang guru terkadang dihadapkan pada suatu keadaan dimana ia harus menentukan pilihan (keputusan) dari berbagai alternatif yang ada. Proses ini terkadang amatlah rumit karena berdampak pada dirinya dan lingkungan sekolahnya. Belum lagi pertentangan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya akan mempengaruhi prinsip-prinsip dalam mengambil suatu keputusan. Nilai-nilai kebajikan sebagai guru merupakan manifestasi pemikiran positif yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Keputusan yang tepat merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh guru.

Peran coaching dalam keefektifan pengambilan keputusan

Keputusan yang telah diambil oleh guru tidak lepas dari adanya proses menuntun atau sistem among guru. Proses among ini dapat dilakukan dalam pengambilan keputusan dan dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah  diambil. Keputusan tersebut apakah telah efektif, atau masihkah ada pertanyaan-pertanyaan sebagai refleksi atas pengambilan keputusan tersebut. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.Sehingga, kolaborasi antara guru sebagai couch  dan murid sebagai coachee tersebut mampu menghasilkan keputusan yang benar-benar tepat dan berpihak pada murid.

Sosial emosional mempengarugi guru dalam pengambilan keputusan

Keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya. Kemampuan guru yang dapat mengelola dan menyadari sosial emosionalnya akan memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), dan akhirnya mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab. Keputusan yang diambil tersebut bukan keputusan yang mementingkan kepentingan idealisme pribadinya, namun lebih mengutamakan kepentingan muridnya.

Nilai-nilai yang dianut pendidik dalam kasus yang fokus pada moral atau etika

Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran dihadapkan pada kasus yang fokus pada masalah moral atau etika maka guru harus kembali  kepada nilai-nilai kebajikan universal yang dianutnya. Saat menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar maka keputusan-keputusan yang diambil guru di sekolah harus merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi olehnya. Apabila kasus yang dihadapi ada pertentangan bujukan moral antara benar melawan salah maka guru harus berpegung teguh pada nilai-nilai kebenaran. Namun, apabila dihadapkan pada pertentang nilai-nilai benar melawan benar (dilema etika) maka guru harus melihat kasus tersebut berdasarkan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengujian keputusan.

Lingkungan positif, kondusif, aman dan nyaman dipengaruhi ketepatan pengambilan keputusan

Merdeka belajar merupakan tujuan akhir dari pembelajaran yang kita lakukan. Merdeka belajar berarti siswa bebas untuk mencapai kodratnya (mengembangkan potensinya) tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Siswa juga dapat mencapai kebahagiaannya sesuai dengan potensi yang dia miliki. Keputusan yang kita ambil tidak boleh merampas kebahagiaan murid dan juga merampas potensi yang dimiliki siswa. Setiap keputusan yang dapat diterima oleh semua komunitas sekolah akan memberi dampak positifi terhadap lingkungan belajar sekolah.

Kesulitan yang sulit dilaksanakan dalam pengambilan keputusan

Untuk menjalankan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid sebagai pemimpin pembelajaran terhadap kasus-kasus dilema etika di sekolah pasti menemui kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang paling utama adalah perubahanparadigma, namun jika dijabarkan beberapa contoh antara lain :

  1. Kehidupan masyarakat yang beragam dan memiliki kehidupan sosial budaya yang kental dengan adat istiadat. Hal ini berpengaruh pada pengambilan keputusan yang diambil oleh guru. Misalnya masyarakat yang menjungjung nilai adat istiadat tertentu, maka dalam paradigma dan prinsip yang diambil dalam pengambilan keputusan akan mengacu kepada nilai tersebut. Maka, akan mengaburkan nilai-nilai kebajikan yang lain dan menciptakan subjektifitas dalam pengambilan keputusan.
  2. Adanya rasa hormat dan kesenjangan yang tinggi antara atasan dan bawahan atau senioritas. Terkadang hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman karena pertentangan antara keputusan orang lain (atasan/guru senior) dengan hati nurani kita. Keputusan yang dibuat atasan  tidak efektif dan tepat tetapi kita kurang mampu memberikan feedback untuk membuat keputusan yang lebih tepat dan efektif terhadap keberpihakan pada murid.
  3. Tidak semua warga sekolah memiliki komitmen tinggi untuk menjalankan hasil keputusan Bersama.

Pengaruh pengambilan keputusan terhadap pengajaran yang memerdekakan murid

Semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya.


Keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan murid

Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik.

KESIMPULAN

Pembelajaran tentang Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya dalam Pendidikan Guru Penggerak. Merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memerdekakan murid dalam belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat.

Dalam melaksanakan proses pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.

Keterampilan coaching ini dapat membantu murid dalam mencari solusi atas masalahnya sendiri. Tidak sebatas pada murid, keterampilan cocaching dapat diterapkan pada rekan sejawat atau komunitas terkait permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain itu diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan dan proses pengambilan keputusan diharapkan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfullness), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.





Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
CGP Angkatan 4 Kab. Ponorogo


Rabu, 20 April 2022

Mengambil Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Semua guru merupakan pemimpin pembelajaran, sehingga pengetahuan dan kemampuan untuk mengambil keputusan sebaiknya dimiliki oleh Bapak/Ibu Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Mari kita luruskan anggapan bahwa kemampuan mengambil keputusan hanya dimiliki oleh Kepala Sekolah. Karena sebagai seorang pemimpin pembelajaran (guru) tentu pernah mengalami situasi dimana kita harus mengambil keputusan.

Sudahkah Bapak/Ibu Guru memiliki pengetahuan sebagai bekal dalam mengambil keputusan?



Pada Modul 3.1 Program Pendidikan Guru Penggerak, Calon Guru Penggerak mendapat bekal pengetahuan Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran.

A.  Bujukan Moral dan Dilema Etika

Sebelum mengambil sebuah keputusan, kita harus mengenali dulu situasi yang sedang terjadi. Apakah bujukan moral atau dilemma etika.

BUJUKAN MORAL (Benar vs Salah)
Situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

DILEMA ETIKA (Benar vs Benar)
Situasi yang terjadi Ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan.
 

B.  Empat Paradigma dalam Pengambilan Keputusan

Dilema etika adalah hal yang cukup berat dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan, seperti : cinta dan kasih saying, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggungjawab, dan penghargaan akan hidup.

Secara umum ada empat pola, model atau paradigma dalam situasi dilema etika :

1.    Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4.    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

 

C.  Tiga Prinsip Penyelesaian Dilema

Dalam pengambilan sebuah keputusan ada tiga prinsip yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan penuh tantangan. Prinsip tersebut yaitu :

1.  Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

     Saya lakukan karena itu yang terbaik untuk kebanyakan orang.

2.  Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

     Ikuti prinsip atau aturan-aturan yang telah ditetapkan.

3.  Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

     Dengan pemikiran apa yang Anda harapkan orang lain lakukan terhadap Anda.


D.  Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan

Pada tahap akhir, seorang pemimpin harus dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil tepat. Untuk memandu pengujian keputusan yang diambil dalam situasi bujukan moral atau dilema etika, ada 9 langkah dapat dilakukan :

1.  Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan

2.  Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3.  Kumpulkan fakta-fakta yang relevan

4.  Pengujian benar atau salah

     (uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan)

5.  Pengujian benar lawan benar

6.  Melakukan prinsip resolusi

7.  Investigasi opsi trilemma

8.  Buat keputusan

9.  Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Paparan di atas merupakan cuplikan dari materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran yang saya (penulis) dapatkan dari Program Pendidikan Guru Penggerak. Jika hal ini dapat dilakukan dengan sebaik mungkin maka harapan menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang lebih baik, bijaksana dan tanggungjawab akan dapat terwujud.

Dilema seorang pemimpin dalam mengambil keputusan pasti ada, apalagi keputusan yang akan diambil adalah bersifat mendadak dan reflek. Disamping itu, tanpa disadari bahwa tidak ada aturan baku yang berlaku untuk memutuskan situasi dilema karena hal ini sifatnya relatif bergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi pada saat kejadian atau bisa kita namai dengan dilema etika. Artinya dapat dimaknai bahwa terkadang adalah hal yang benar untuk memegang aturan demi suatu keadilan, akan tetapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang dapat dibenarkan. Demikian pula sebaliknya, ketika dihadapkan dengan situasi bujukan moral (Benar versus Salah) bahwa dalam melakukan hal yang salah walaupun untuk alasan yang baik tetap saja salah.

Mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang di dapatkan dalam Program Guru Penggerak di sekolah/ lingkungan.

Belajar dan berbagi merupakan kata-kata yang selalu menjadikan pegangan dalam setiap mengikuti kegiatan pengembangan koompetensi yang saya ikuti. Artinya selain belajar untuk peningkatan kompetensi diri sendiri, melakukan sesi sharing atau berbagi apa yang sudah saya dapatkan baik kepada rekan-rekan guru di sekolah dan juga rekan-rekan guru di sekolah lain. Karena bagi saya dengan berbagi maka ilmu yang akan kita miliki akan semakin berkembang dan bertambah. Selain itu, kita juga dapat menginspirasi rekan-rekan yang lain untuk ikut melakukan praktik baik yang telah kita lakukan. Adapun cara yang saya lakukan dalam mentransfer dan membagikan pengetahuan yang saya dapatkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak ini yaitu: 1) Mensosialisasikan materi-materi Program Pendidikan Guru Penggerak yang telah didapatkan melalui komunitas praktisi di SDN Wilangan yang sudah dibentuk. 2) Mensosialisasikan dan mengajak bergabung dalam Program Pendidikan Guru Penggerak kepada rekan-rekan guru di sekolah lain baik melalui forum Kelompok Kerja Guru (KKG) maupun pada pertemuan yang diagendakan. 3) Mendokumentasikan dan mempublikasikan materi Program Pendidikan Guru Penggerak melalui tulisan di website sekolah www.sdnwilangan.sch.id maupun berupa video di chanel youtube SDWILANGAN TV

Langkah awal untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran di sekolah dalam rangka mewujudkan merdeka belajar dengan pembelajaran yang berpihak kepada murid, tentunya suatu waktu kita akan dihadapkan pada situasi dilema untuk mengambil sebuah keputusan yang terbaik. Adapun langkah awal yang akan saya lakukan yaitu memulai untuk mengambil keputusan pada diri saya dengan 1) Memastikan bahwa dalam mengambil sebuah keputusan sudah sesuai dan sejalan dengan visi dan misi yang telah kita susun dan sepakati bersama. 2) Melakukan analisa terhadap situasi atau kasus yang dihadapi sesuaikan dengan paradigma pengambilan keputusan. 3) Memilih salah satu atau mungkin ketiganya dari tiga prinsip pengambilan keputusan yang ada. 4) Melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Memulai menerapkan langkah mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran.

Langkah-langkah pengambilan keputusan tidak dapat dipastikan apakah hari ini, besok, lusa, minggu depan, bulan depan, atau hari apa. Pengambilan keputusan ini dapat diterapkan ketika kita dihadapkan pada situasi bujukan moral atau dilema etika yang memerlukan pengambilan keputusan terbaik. Jika hari ini mengalami situasi bujukan moral atau dilema etika maka hari inilah penerapan langkah-langkah tersebut, jika besok mengalami dilema etika maka besok akan diterapkan langkah-langkah tersebut, dan seterusnya.

Pendamping dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

Dalam mengambil sebuah keputusan tentu perlu masukan-masukan dari seseorang yang bisa kita ajak berdiskusi dan berbagi sehingga kita mengetahui apakah keputusan yang telah kita ambil ini sudah tepat dan efektif atau belum. Menurut saya orang-orang yang bisa dijadikan teman diskusi/pendamping dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran adalah kepala sekolah sebagai penanggungjawab sekolah, rekan-rekan sejawat di sekolah, orang tua siswa, siswa, komite sekolah, atau bisa juga pengawas sekolah.

Dalam pelaksanaannya, saya juga akan meminta bimbingan dari Bapak R. Bambang Hermawan, M.M.Pd. sebagai fasilitator serta Bapak Sutrisno, M.Pd. selaku pengajar prakti yang langsung mendampingi dan memantau perkembangan saya di sekolah, dan Kepala Sekolah sebagai penanggungjawab sekaligus atasan langsung. Selain itu, saya juga akan bertukar pikiran dengan teman-teman sesama Calon Guru Penggerak yang sama-sama melakukan kegiatan ini. Dengan adanya komunikasi yang baik, maka kami dapat berkolaborasi dan bertukar pikiran. Ketika menemui kendala, saya dapat menemukan solusinya melalui kegiatan diskusi dan saling berbagi pengalaman.

SEMOGA MENGINSPIRASI

 


Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kab. Ponorogo



Sabtu, 02 April 2022

Penerapan Coaching di Sekolah dan Peran Guru sebagai Coach

Guru diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran yang  harus memainkan banyak peran. Sebagai guru, tentu kita selalu menjadi mentor bagi murid dengan menyampaikan pengalaman yang kita miliki. Kita juga melakukan konseling dengan murid, ketika mereka datang dengan permasalahan mereka. Nah, ketika harus menghadapi murid dengan berbagai potensinya dan kita berupaya untuk memaksimalkan potensi tersebut, kita seyogyanya berperan sebagai seorang coach. Mengapa harus berperan sebagai coach?

Gambar: Ilustrasi Coaching Model TIRTA


Definisi Coach

Para ahli mendefinisikan coaching sebagai :

  • sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)
  • kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna:
  1. KemitraanHubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
  2. Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.
  3. Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Peran Guru sebagai Penuntun (Sistem Among) / Coach

Sistem Among (Tut Wuri Handayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Menilik kembali filofosi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong), maka memahami pendekatan coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntuk kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode TIRTA. Apa itu metode TIRTA dalam pendekatan coaching?


Metode TIRTA

TIRTA merupakan satu model umum coaching, dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA merupakan akronim dari:

T    : Tujuan
I     : Identifikasi
R   : Rencana aksi
TA  : Tanggung jawab

  • Tujuan : tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee.
  • Identifikasi : coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada.
  • Rencana Aksi : pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat.
  • TAnggung jawab : membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Apabila kita mengacu pada definisi coaching dan metode TIRTA, maka sebagai guru (coach) perlu memiliki kopetensi berupa keterampilan berkomunikasi yang dapat memberdayakan potensi murid secara optimal. Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita (murid) merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya perlu dibangun rasa percaya dan aman dengan pemahaman berkomunikasi secara asertif.

Diferensisai dan PSE sebagai pendukung Komunikasi Asertif

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi asertif maka kita perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid (coachee) berdasarkan minat, profil, dan kesiapan belajar (diferensiasi). Dengan dasar tersebut coach akan lebih mudah dalam memberdayakan coachee dalam mencapai tujuan. Selain itu, untuk membangun rasa percaya dan aman dalam proses komunikasi maka coach harus dapat mengelola kopetensi sosial dan emosional (PSE) dengan menumbuhkan kesadaran penuh dilandasi perhatian yang berkualitas, keterbukaan, rasa ingin tahu, apresiatif, reflektif, dan kepedulian secara kolaboratif.

Pendekatan coaching menggunakan model TIRTA ini kami simulasikan dalam pemecahan kasus di sekolah bersama rekan guru agar lebih mudah dalam memberi gambaran praktek secara langsung. Dokumentasi praktek tersebut dapat dilihat dalam chanel youtube:

SDWILANGAN TV





Oleh:

HANUNG EKO SUHARTANTO
Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kab. Ponorogo